“Aduh biyuuungg, kakiku sakit
buangeeet!” teriak Sang Kancil sambil menggaduh-gaduh menahan sakit. Meskipun
dirinya terjatuh di air, namun karena air sumur tak seberapa dalam maka kakinya
terasa nyeri yang hebat akibat benturan. Lalu dengan terpincang-pincang Sang
Kancil berenang menepi dan duduk di batu besar yang menyembul di tepi sumur.
Sang Kancil termenung memikirkan
nasibnya. Sumur ini ada di tepi hutan. Jarang sekali ada binatang yang berani
bepergian sampai ke tepi hutan.
Paling-paling
sekawanan Gajah yang sedang menjajaki rute baru untuk jalan santai,
kawanan Babi Hutan yang hendak mencari jagung manis atau Serigala yang sedang
mencari-cari makanan alternatif karena sudah bosan dengan makanan yang ada di
dalam hutan. Itu artinya dirinya harus lama menunggu sampai ada binatang yang
menemukan dirinya di dalam sumur.
Setelah tiga hari tiga malam
terjebak, pada hari keempat barulah muncul sekawanan Babi Hutan yang melongok
dari bibir sumur. Mereka kehausan dan sedang mencari-cari sumber air minum yang
memang jarang ada di tepi hutan itu. Sang Kancil berteriak kegirangan melihat
Babi Hutan.
“Hoooiiii, bantu aku keluar dari
sini duuuuuuung!” teriaknya sekuat tenaga.
Tapi alih-alih menolong Sang Kancil,
para Babi Hutan malahan lari terbirit-birit mendengar suara menggelegar dari
dasar sumur. Dikiranya ada monster penunggu sumur yang akan memakan mereka.
Sang Kancil kesal bukan main.
Dianggapnya para Babi Hutan itu sungguh terlalu takut pada bayangan monster
dalam pikiran mereka sendiri. Mereka terlalu percaya pada cerita-cerita monster
sehingga apa saja yang aneh dan menakutkan langsung dianggap monster.
Pada hari
kelima muncul lagi seekor binatang lain. Kali ini datang seekor keledai yang
baru saja meloloskan diri dari majikannya. Dengan hati riang senang-senang dia
bersiul-siul menyusuri tepi hutan. Sampailah dia di bibir sumur tempat Sang
Kancil terperosok. Tentu saja dia haus dan penasaran, apakah bisa minum dari
sumur tersebut. Belajar dari pengalaman ketakutan para Babi Hutan, kali ini
Sang Kancil tidak berteriak. Dia hanya menyapa pelan pada Keledai yang tengah
melongokkan kepala.
“Wahai
teman, Tolonglah aku. Aku terperosok di dalam sumur tanpa bisa keluar lagi”
kata Sang Kancil.
Keledai
melihat sejenak ke dalam sumur dan terheran-heran mendengar suara dari dalam
sumur. Kemudian dia mengamat-amati dasar sumur, barulah dilihatnya Sang Kancil
yang sedang duduk lemas di atas batu. Tiba-tiba Keledai tertawa terbahak-bahak.
Si Keledai tertawa terpingkal-pingkal sampai-sampai berguling-guling di atas
tanah.
“Hohohoho…itukah
Kancil nan cerdik yang tengah bernasib buruk. Uruslah sendiri nasibmu. Aku tak
punya banyak waktu untuk menolongmu. Lagipula waktu aku jadi peliharaan
majikanku, tak ada seorang pun yang peduli. Kini giliranmu
dicuekin….Hahahahahaha. Sorry yah!” kata Keledai sambil berlalu dengan masih
ketawa ngikik.
Sang
Kancil kembali ditinggal seorang diri di dalam sumur. Pada hari keenam
muncullah sekelompok orang membawa pedati yang beristirahat di tempat itu.
Mereka mendirikan tenda-tenda dan mulai memasak. Nampaknya mereka adalah
kafilah pedagang yang sedang mampir beristirahat. Mendengar suara-suara
manusia, tahulah Sang Kancil bahwa dirinya harus bersembunyi. Maka
cepat-cepatlah dia masuk ke lubang kecil yang ada di dinding sumur dan
bersembunyi di situ karena takut ditangkap dan dijadikan sate kancil nan gurih.
Untunglah
para pedagang itu jarang melongok ke dalam sumur sehingga tidak memergoki Sang
Kancil. Mereka hanya sesekali saja pergi ke sumur itu untuk mengambil air
dengan ember yang diikat dengan tali. Air itu dipergunakan untuk memasak,
mencuci dan mandi. Keesokan harinya mereka telah meninggalkan tempat itu. Dari
suara-suara mereka, tahulah Sang Kancil bahwa para pedagang itu membuang ember
bertali di dekat sumur karena dianggapnya sudah usang.
Pada hari
ketujuh muncullah sekawanan gajah yang melintas di dekat sumur. Mereka
meneliti dasar sumur karena kehausan. Tak sengaja terlihat oleh mereka Sang
Kancil tengah tertidur di sana. Para Gajah itu saling berbisik membicarakan
binatang yang tengah terbaring di dasar sumur. Kemudian mereka berteriak
memanggil Sang Kancil.
Sang
Kancil kaget oleh teriakan para Gajah dan terbangun. Dilihatnya ada beberapa
kepala gajah menyembul di bibir sumur. Diam-diam dia sedang berpikir keras cara
minta bantuan mereka untuk keluar dari sumur. Akhirnya dia memutuskan untuk
membantu para Gajah, baru kemudian minta tolong pada mereka. Memberi dulu baru
kemudian menerima pertolongan.
“Wahai
Gajah kita adalah sobat yang harus tolong menolong” kata Kancil.
Para Gajah
mengangguk-angguk sambil bergumam tanda setuju. Mereka tak sadar jika Sang
Kancil berada di dalam sumur karena terjatuh.
“Aku tahu
kalian kehausan. Aku akan membantu kalian mengambil air dari dalam sumur. Coba
lihat adakah ember dan tali yang diletakkan di dekat sumur. Kemarin kudengar
para kafilah membuang ember beserta talinya karena sudah punya ember baru.
Walaupun butut ember itu masih berguna bagi kalian. Turunkan ember ke dalam
sumur, pegang ujung talinya. Aku akan membantumu menciduk air sumur” teriak
Sang Kancil.
Para Gajah
yang tengah kehausan dengan antusias mencari-cari barang yang disebutkan Sang
Kancil. Sampai akhirnya mereka menemukan tak jauh dari bibir sumur tergeletak
ember butut yang diikat dengan tali yang tak kalah bututnya dan penuh
sambungan. Kemudian mereka menurunkan ember ke dalam sumur. Sang Kancil
membantu menciduk air dan menyuruh gajah menarik ember yang sudah terisi air ke
atas.
Begitulah
berulang kali air diambil dari dasar sumur. Dengan girangnya para Gajah
bergantian minum dan mandi dari air dalam ember yang diambil dari dalam sumur.
Maklum sudah dari kemarin mereka kesulitan mencari sumber air. Setelah semua
Gajah selesai mandi, barulah Sang Kancil berteriak untuk minta dikeluarkan dari
dasar sumur.
Merasa
Sang Kancil telah membantu mereka mendapatkan air, para Gajah dengan senang
hati membantu Sang Kancil keluar dari dasar sumur. Sang Kancil berpegangan erat
pada ember saat dia ditarik keluar dari dasar sumur.
Para Gajah
serta merta mengerumuninya dan bertanya-tanya mengapa Sang Kancil bisa berada
di dasar sumur. Tadinya mereka mengira Sang Kancil sengaja berdiam diri di
sana. Kemudian Gajah-gajah itu membawakan berbagai macam pucuk daun muda dan
buah-buahan untuk Sang Kancil yang terlihat begitu lemah sehingga sulit
berjalan.
Setelah
satu malam menginap di tempat itu dengan dijagai para Gajah, Sang Kancil merasa
dirinya cukup kuat untuk melanjutkan perjalanan menuju pantai selatan untuk
bertemu dengan keluarga Paus biru. Mereka mengundang Sang Kancil untuk berbagi
pengalaman.
Kancil
berterimakasih pada para Gajah yang telah membantunya. Para Gajah juga merasa
sangat berhutang budi pada Sang Kancil yang telah memberi tahu teknik sederhana
mengambil air dari dalam sumur. Sengaja mereka membawa ember butut bertali ke
rumah mereka di tengah hutan. Di sana terdapat sumur yang tidak pernah
dimanfaatkan karena para Gajah tidak tahu cara mengambil air dari sumur yang
dalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar